Ternyata Begini Cara Tempat Makan Ramah Lingkungan Kurangi 90% Sampah Makanan

Tahukah Anda bahwa tempat makan ramah lingkungan berperan penting dalam mengurangi jutaan ton sampah yang dihasilkan industri kuliner? Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan pada tahun 2019 saja, sebanyak 12,5 juta ton plastik digunakan untuk produksi pangan di seluruh dunia. Bahkan di Indonesia, sektor restoran menyumbang sekitar 23,14 persen (28 kg) sampah makanan per tahunnya, terbesar kedua setelah rumah tangga.
Untungnya, kini semakin banyak contoh tempat makan ramah lingkungan yang berhasil menerapkan sistem pengelolaan sampah efektif. Ijen, restoran zero waste pertama di Indonesia, telah membuktikan bahwa tempat makan yang ramah lingkungan bukan hanya sekadar konsep. Mereka menggunakan bahan baku dari produsen lokal dan menghindari kemasan plastik sekali pakai ramah lingkungan. Selain itu, ECAPS Cafe Jakarta juga telah berhasil menangani 3.673 kg sampah operasional mereka dari Januari hingga Juni 2023 dengan pendekatan zero waste.
Dalam artikel ini, kita akan melihat bagaimana tempat-tempat makan ini berhasil mengurangi hingga 90% sampah makanan mereka dan apa yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mendukung gerakan ramah lingkungan ini.
Mengapa Tempat Makan Perlu Kurangi Sampah Makanan
Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis sampah makanan yang mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan dari Bappenas, negara kita menghasilkan 115-184 kg sampah makanan per kapita per tahun. Angka yang mencengangkan ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia. Lebih memprihatinkan lagi, sebanyak 44% dari makanan yang terbuang tersebut masih layak konsumsi.
Dampak sampah makanan terhadap lingkungan
Masalah sampah makanan bukan sekadar pemborosan sumber daya, tetapi juga ancaman serius bagi lingkungan. Data Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan sampah makanan menyumbang 40,91% dari total sampah nasional, lebih besar dibandingkan sampah plastik yang hanya 19,18%. Limbah makanan yang membusuk di tempat pembuangan menghasilkan gas metana yang berpotensi 21 kali lebih besar menyebabkan pemanasan global dibandingkan gas CO2.
Selain itu, sampah makanan menyumbang 7,29% dari emisi gas rumah kaca tahunan Indonesia. Secara ekonomi, food waste mengakibatkan kerugian antara Rp 214 miliar hingga Rp 551 miliar per tahun, setara dengan 4-5% dari PDB nasional. Membuang makanan juga berarti menyia-nyiakan sumber daya alam seperti tanah, air, tenaga kerja, dan energi yang digunakan dalam proses produksinya.
Peran industri kuliner dalam pengurangan limbah
Tempat makan memiliki peran strategis dalam mengurangi sampah makanan. Untuk industri kuliner sendiri, food waste mewakili 6-14% dari pendapatan makanan mereka. Sebuah hotel yang melayani sekitar 2.000 tamu per hari dapat membuang biaya setara dengan Rp 6.342.046 hingga Rp 7.927.557 per tahun. Dengan demikian, menjadi tempat makan ramah lingkungan bukan hanya baik untuk planet, tetapi juga menguntungkan secara finansial.
Restoran dan tempat makan dapat menerapkan pendekatan zero waste dengan mengoptimalkan penggunaan bahan makanan, seperti praktik “nose-to-tail” atau “root-to-stem cooking” yang memanfaatkan seluruh bagian bahan makanan. Pengelolaan stok yang lebih efisien, perencanaan menu dengan cermat, dan penggunaan wadah ramah lingkungan juga dapat mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan.
Kebiasaan konsumen yang memperparah masalah
Perilaku konsumen juga berkontribusi besar terhadap masalah sampah makanan. Tren food waste di Indonesia sebenarnya meningkat, dari 39% pada tahun 2000 menjadi 55% pada tahun 2019. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
- Kecenderungan memesan makanan berlebihan dan tidak menghabiskannya
- Preferensi konsumen untuk bentuk makanan yang sempurna, menolak produk yang bentuknya tidak standar meski nilai gizinya sama
- Kurangnya pemahaman tentang cara menyimpan makanan dengan benar
- Kesadaran yang masih rendah tentang dampak serius sampah makanan
Oleh karena itu, tempat makan yang ramah lingkungan tidak hanya perlu memperbaiki sistem internal, tetapi juga mendidik pelanggan mereka tentang pentingnya mengurangi sampah makanan. Beberapa restoran bahkan mulai menerapkan sistem denda bagi pengunjung yang menyisakan makanan, terutama di restoran dengan konsep makan sepuasnya.
5 Contoh Tempat Makan Ramah Lingkungan di Indonesia
Berbagai tempat makan di Indonesia kini berlomba menerapkan konsep ramah lingkungan dengan cara unik dan kreatif. Dari restoran mewah hingga kafe lokal, inovasi untuk mengurangi sampah makanan terus bermunculan. Berikut lima contoh tempat makan ramah lingkungan yang berhasil mengurangi sampah secara signifikan.
Ijen Bali: Restoran zero waste pertama di Indonesia
Ijen menjadi pionir restoran zero waste pertama di Indonesia yang berlokasi di Kerobokan, Bali. Keseriusan menerapkan konsep ramah lingkungan terlihat dari arsitektur bangunannya—lantai terbuat dari campuran semen dengan pecahan kaca dan piring. Bahan makanan dipasok dari produsen lokal tanpa kemasan plastik sekali pakai. Para koki memasak menggunakan kayu bakar, sementara penyajian makanan menggunakan daun pisang, piring keramik, dan peralatan makan dari kayu. Sampah organik diolah menjadi pakan ternak dan kompos, sedangkan sampah anorganik didaur ulang.
Jeong Won: Restoran Korea tanpa plastik dan tisu
Di Temanggung, Jawa Tengah, Jeong Won menawarkan kuliner Korea dengan konsep zero waste. Alih-alih tisu, restoran ini menggunakan kain lap yang bisa dipakai berulang kali. Untuk mengurangi sampah plastik, mereka tidak menyediakan sedotan dan gelas plastik. Pesanan take away dikemas dalam wadah biodegradable yang terurai cepat. Sampah organik diolah menjadi belatung untuk pakan ternak, sementara sampah anorganik dikirim ke KSM Madusari untuk didaur ulang.
Stuja Coffee: Gunakan kemasan dari jagung dan singkong
Stuja Coffee, kafe milik Ayudia Bing Slamet dan Ditto Percussion, hadir dengan solusi kemasan ramah lingkungan. Kopi disajikan dalam gelas dan botol plastik organik berbahan jagung dan singkong. Bahkan kantong plastik untuk pesanan take away terbuat dari plastik organik hasil olahan kompos. Untuk mengedukasi konsumen, mereka menyediakan tempat sampah terpisah agar para pengunjung belajar memilah sampah.
Retrorika Coffee: Daur ulang furnitur dan edukasi pelanggan
Di Kota Batu, Malang, Retrorika Coffee mengusung konsep vintage dengan furnitur dari barang daur ulang. Hampir 90% interior dan eksterior kafe terbuat dari barang bekas yang disulap menjadi dekorasi menarik. Mereka tidak menyediakan kemasan plastik sekali pakai, sedotan plastik, dan tisu. Untuk mengurangi sisa makanan, pihak restoran mendorong pelanggan memesan secukupnya dan menyediakan besek (wadah makanan dari anyaman bambu) untuk pesanan take away.
Burgreens: Restoran vegetarian dengan sistem dapur sentral
Burgreens adalah restoran vegetarian dengan lebih dari empat cabang di Indonesia. Untuk menjaga konsistensi kualitas makanan, mereka menggunakan sistem dapur sentral. Kemasan ramah lingkungan seperti kantong makanan terbuat dari singkong yang dapat terurai, sendok garpu kayu, dan sedotan kertas menjadi pilihan utama. Meski vegetarian, makanan yang disajikan tetap lezat sehingga banyak pelanggan non-vegetarian juga menikmatinya.
Strategi yang Digunakan untuk Kurangi 90% Sampah
Mencapai pengurangan sampah hingga 90% bukanlah hal mudah, tetapi tempat makan ramah lingkungan membuktikan bahwa ini sangat mungkin dilakukan dengan pendekatan sistematis. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk mengubah cara restoran beroperasi, dari pemilihan bahan baku hingga edukasi konsumen.
Penggunaan bahan lokal dan musiman
Menggunakan bahan pangan lokal tidak hanya menguntungkan restoran tetapi juga lebih ramah lingkungan. Bahan-bahan lokal dan musiman dipanen dalam kondisi terbaiknya, sehingga rasa dan kualitasnya lebih tinggi dibandingkan bahan yang diimpor atau disimpan lama. Selain itu, restoran yang mengutamakan bahan lokal membantu mengurangi jejak karbon karena bahan tersebut tidak perlu diangkut dari jarak jauh. Dengan membeli produk langsung dari petani dan produsen setempat, restoran juga mendukung ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Pengemasan ramah lingkungan dan biodegradable
Inovasi pengemasan makanan ramah lingkungan menjadi semakin penting untuk mengurangi limbah plastik. Bioplastik yang terbuat dari bahan terbarukan seperti pati jagung, tebu, dan minyak nabati menawarkan alternatif yang lebih berkelanjutan. Kemasan edible (dapat dimakan) juga menjadi terobosan menarik yang membantu mengurangi limbah kemasan. Restoran progresif kini beralih ke berbagai opsi pengemasan biodegradable, termasuk:
- Kemasan dari pati dengan serat untuk memperkuat strukturnya
- Kertas daur ulang dan kardus yang mudah terurai
- Tas kanvas yang dapat dipakai berulang kali
Pengolahan limbah organik menjadi kompos atau pakan
Untuk mengatasi sampah makanan yang tidak terhindarkan, restoran ramah lingkungan mengubahnya menjadi kompos atau pakan ternak. Proses ini membantu restoran mengurangi limbah makanan yang dikirim ke tempat pembuangan sampah yang menghasilkan gas metana berbahaya. Limbah organik seperti sisa makanan dapat diolah menjadi pakan untuk hewan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Bahkan saat ini, sampah organik juga dapat diolah menjadi pellet untuk makanan ayam dan ikan.
Edukasi pelanggan untuk memilah dan mengurangi sampah
Edukasi konsumen menjadi kunci penting dalam mengurangi sampah. Dari 30 responden di Jakarta, 20 orang menyatakan pernah membuang makanan, dengan alasan utama porsi terlalu banyak atau tidak menyukai beberapa bahan makanan. Oleh karena itu, tempat makan ramah lingkungan perlu mengawasi ukuran porsi dan memberikan informasi detail di menu tentang bahan yang digunakan. Beberapa restoran bahkan mulai menerapkan sistem denda bagi pengunjung yang menyisakan makanan, terutama di restoran all-you-can-eat. Selain itu, restoran juga menyediakan tempat sampah terpisah agar pelanggan belajar memilah sampah.
Apa yang Bisa Ditiru Konsumen dan Pelaku Usaha
Sebagai konsumen, kita memiliki kekuatan besar untuk mendukung gerakan pengurangan sampah makanan. Menerapkan prinsip 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya membantu lingkungan tetapi juga menginspirasi pelaku usaha untuk melakukan hal yang sama.
Mendukung tempat makan yang ramah lingkungan
Pilihan tempat makan kita tidak lagi sekadar dipengaruhi oleh harga dan kualitas, tetapi juga nilai dan tujuan yang dipegang oleh sebuah brand. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang sadar lingkungan, penting bagi kita untuk mendukung tempat makan yang berkomitmen pada keberlanjutan. Kita bisa memulai dengan mencari restoran yang menggunakan bahan lokal, karena ini membantu mengurangi jejak karbon dari transportasi dan mendukung ekonomi lokal. Selain itu, kita juga bisa bermitra dengan organisasi atau komunitas lokal yang memiliki misi yang sejalan dengan pelestarian lingkungan.
Membawa wadah sendiri saat take away
Membawa wadah makanan sendiri saat take away merupakan langkah kecil yang berdampak besar. Beberapa restoran bahkan memberikan insentif menarik untuk konsumen yang membawa wadah sendiri. Misalnya, HokBen berkolaborasi dengan Tupperware memberikan teh gratis dalam kemasan untuk pembelian paket tertentu saat pelanggan membawa wadah makan sendiri. Bahkan, di Yogyakarta, 15 restoran memberikan diskon 10-20% bagi pembeli yang membawa wadah sendiri. Hal ini tidak hanya mengurangi sampah plastik tetapi juga menghemat biaya bagi konsumen.
Menghindari pemesanan berlebihan
Layanan pesan-antar makanan online memang memudahkan hidup, namun bisa mendorong perilaku makan yang tidak sehat dan pemborosan. Untuk menghindari pemesanan berlebihan, ada beberapa tips yang bisa diterapkan:
- Ukur rasa lapar sebelum memesan untuk menghindari pembelian impulsif
- Berbagi makanan dengan teman atau keluarga jika porsinya besar
- Sisihkan sebagian untuk makan keesokan harinya
- Tetapkan anggaran bulanan untuk pembelian makanan online
Mengadopsi sistem daur ulang di rumah
Mengelola sampah dengan tepat merupakan langkah mudah yang bisa dilakukan di rumah. Mulailah dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik bisa diolah menjadi kompos yang bermanfaat untuk tanaman, sementara sampah anorganik bisa dikirim ke fasilitas daur ulang. Jika Anda memiliki makanan berlebih, bagikan kepada tetangga atau donasikan ke food bank terdekat. Oleh karena itu, dengan langkah-langkah sederhana ini, kita bisa berkontribusi nyata dalam mendukung tempat makan ramah lingkungan dan menjaga keberlanjutan planet kita.
Kesimpulan
Dengan mempertimbangkan semua strategi yang telah dibahas, jelas bahwa pengurangan sampah makanan bukanlah sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak bagi keberlanjutan lingkungan kita. Restoran-restoran ramah lingkungan di Indonesia telah membuktikan bahwa mengurangi 90% sampah makanan sangat mungkin dilakukan melalui pendekatan sistematis dan komitmen yang kuat. Mereka tidak hanya mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga menghemat biaya operasional secara signifikan.
Kita sebagai konsumen memiliki peran penting dalam mendukung gerakan ini. Langkah-langkah sederhana seperti membawa wadah sendiri saat membeli makanan, menghindari pemesanan berlebihan, dan memilih tempat makan yang berkomitmen pada keberlanjutan dapat memberikan dampak besar. Meskipun tantangan pengurangan sampah makanan tampak berat, rantai perubahan dimulai dari keputusan individu yang kemudian menginspirasi perubahan sistemik.
Namun demikian, upaya mengurangi sampah makanan bukan tanggung jawab satu pihak saja. Seluruh ekosistem makanan—dari produsen, distributor, penjual, hingga konsumen—harus bekerja sama untuk menciptakan sistem pangan yang lebih berkelanjutan. Tanpa keraguan, ketika kita berani mengambil langkah pertama untuk mendukung tempat makan ramah lingkungan, kita turut membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Pada akhirnya, perjalanan menuju Indonesia bebas sampah makanan memang panjang, tetapi setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini akan menghasilkan perubahan besar di masa depan. Oleh karena itu, mari mulai dari diri sendiri, dari kebiasaan sehari-hari, dan dari pilihan makanan yang kita konsumsi. Bersama-sama, kita mampu menciptakan perubahan nyata dan berkelanjutan untuk bumi yang kita cintai.
1 comment