Keripik Jangkrik Premium Kini Hadir di Minimarket Indonesia

Keripik jangkrik (cricket chips) telah menjadi fenomena makanan yang mengejutkan di seluruh dunia. Saat ini, lebih dari 2,5 miliar orang di seluruh dunia mengonsumsi serangga sebagai bagian dari diet mereka, dengan lebih dari 2.000 spesies serangga berbeda yang dikonsumsi terutama di Afrika, Australia, China, Amerika Tengah dan Selatan, Meksiko, dan Selandia Baru. Kami sangat bersemangat melihat tren ini akhirnya mencapai Indonesia, dengan keripik jangkrik premium kini tersedia di minimarket lokal kita.

Sebenarnya, keripik jangkrik bukan hanya makanan unik tetapi juga sumber nutrisi yang luar biasa. Jangkrik mengandung 2-3 kali lebih banyak protein dibandingkan daging sapi dan menyediakan 1,5 kali lebih banyak kalsium daripada susu. Selain itu, berbagai merek seperti Chirps cricket chips sudah menjadi pionir di pasar global dengan produk yang menawarkan jumlah protein setara dengan satu putih telur per porsinya.

Produk-produk berbahan dasar jangkrik seperti cricket flour chips dan cricket powder in chips tidak hanya enak, tetapi juga ramah lingkungan karena hanya membutuhkan 1 galon air untuk memproduksi 1 pon jangkrik, dibandingkan dengan 2.000 galon untuk daging sapi. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi masuknya keripik jangkrik premium ke pasar Indonesia, manfaat nutrisinya, berbagai merek yang tersedia, dan bagaimana konsumen menanggapi inovasi kuliner ini.

Keripik Jangkrik Premium Masuk Minimarket Nasional

Setelah menjadi tren global, keripik jangkrik (cricket chips) kini mulai merambah jaringan minimarket nasional di Indonesia. Inovasi pangan berbasis serangga ini menjadi alternatif makanan ringan yang kaya nutrisi dan ramah lingkungan.

Produk lokal kini tersedia di jaringan ritel besar

Produk olahan jangkrik lokal kini mulai dapat ditemukan di berbagai minimarket dan toko oleh-oleh di beberapa daerah. Aswindra Aji Kurniawan, pengusaha dari Purwosari Gunungkidul, telah tiga tahun menerjuni usaha pembuatan keripik jangkrik dan kini mendistribusikan produknya ke toko oleh-oleh, toko batik dan kedai minuman di kawasan Sleman dan Kota Yogyakarta. Produk-produk ini hadir dalam beberapa varian rasa yang menarik, antara lain pedas, gurih, keju, dan lada hitam untuk memenuhi selera konsumen Indonesia.

Perusahaan di balik peluncuran dan distribusi

Selain produsen lokal, perusahaan ritel internasional seperti Muji dari Jepang juga telah meluncurkan produk keripik jangkrik bernama ‘Koorogi Senbei’ atau Cricket Crackers. Muji berkolaborasi dengan Tokushima University untuk mengembangkan produk ini, terinspirasi dari industri serangga Finlandia. Di Indonesia sendiri, beberapa pengusaha seperti Bambang, lulusan ITB, telah memproduksi berbagai makanan olahan jangkrik termasuk sosis, keripik, dan kue jangkrik.

Namun demikian, para produsen harus menjalani proses sertifikasi yang ketat. Menurut Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, produk olahan jangkrik memiliki nilai jual tinggi untuk ekspor. Produk-produk ini juga telah terdaftar di BPOM dan mendapatkan fatwa halal dari MUI, menjamin keamanan dan kehalalannya untuk dikonsumsi.

Respons awal dari konsumen dan komunitas pecinta makanan sehat

Meskipun masih tergolong baru, cricket flour chips mulai mendapat perhatian dari komunitas pecinta makanan sehat karena kandungan nutrisinya yang tinggi. Dalam 100 gram jangkrik mengandung 60 gram protein, 2,5 kali lipat kandungan protein dibandingkan ayam, babi, dan sapi. Jumlah ini dapat mencukupi kebutuhan harian protein yang dianjurkan hanya dengan mengonsumsi dua kantong keripik jangkrik.

Saat ini, pola penjualan produk berbasis jangkrik masih banyak mengandalkan sistem jual beli online melalui platform e-commerce, namun mulai ada pergeseran ke pasar ritel fisik. Peningkatan distribusi di minimarket nasional diharapkan dapat memperluas akses masyarakat terhadap alternatif pangan berprotein tinggi dan berkelanjutan ini.

Mengapa Jangkrik Jadi Sumber Protein Alternatif?

Industri pangan dunia kini mencari alternatif protein yang lebih berkelanjutan, dengan jangkrik menjadi kandidat utama karena kandungan nutrisinya yang luar biasa. Para ahli nutrisi mulai mengakui potensi besar jangkrik sebagai sumber makanan masa depan yang dapat diandalkan.

Kandungan nutrisi dalam cricket flour chips

Tepung jangkrik (cricket flour) yang digunakan dalam keripik mengandung sekitar 65,5% protein, jauh melebihi kandungan protein dalam makanan konvensional. Dalam porsi 100 gram, jangkrik dewasa menyediakan 13,2-20,3 gram protein. Keripik dengan formula F2 (10% tepung jangkrik) sudah dikategorikan sebagai makanan tinggi protein dengan kandungan 15,04 gram protein per 100 gram produk.

Cricket flour chips juga kaya akan nutrisi penting lainnya:

  • Kalsium: 2,76 mg/100 gram
  • Zat besi: 5,27 mg/100 gram
  • Serat: mencapai 13,4% dalam porsi 100 gram
  • Asam lemak tak jenuh ganda

Perbandingan dengan protein hewani dan nabati

Kandungan protein jangkrik 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan daging sapi, ayam, dan babi. Terlebih lagi, tubuh dapat mencerna protein jangkrik lebih baik dibandingkan protein dari telur, susu, atau daging sapi. Ini juga unggul dibandingkan sumber protein nabati pada tingkat penyerapannya.

Jangkrik memiliki keunggulan nutrisi yang mengesankan:

  • Kandungan zat besi 180% lebih tinggi daripada daging sapi
  • Lebih kaya kalsium dan vitamin B riboflavin dibandingkan produk daging ayam, babi, dan sapi
  • Mengandung sembilan asam amino esensial dalam proporsi ideal
  • Memiliki serat yang tidak ditemukan pada protein hewani lainnya

Manfaat lingkungan dari konsumsi jangkrik

Budidaya jangkrik jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan peternakan konvensional. Menurut penelitian, insek menghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca dan memerlukan lebih sedikit air dan tanah untuk pemeliharaan. Budidaya jangkrik dapat mengurangi penggunaan lahan hingga 50-90% per kg protein dan mengurangi emisi gas rumah kaca 1000-2700 gram per kg dibandingkan ternak biasa.

Selain itu, jangkrik dapat dibudidayakan dengan memanfaatkan sisa makanan sebagai pakan, sehingga membantu mengurangi limbah makanan. Dengan populasi dunia diperkirakan mencapai 9 miliar pada tahun 2050, jangkrik menawarkan solusi protein yang efisien dan murah, terutama untuk negara-negara berkembang yang menghadapi tantangan kekurangan protein.

Apa Saja Varian dan Merek Keripik Jangkrik yang Tersedia?

Pasar keripik jangkrik berkembang pesat dengan berbagai merek dan varian yang kini tersedia untuk konsumen. Dari pionir global hingga inovator lokal, beragam pilihan keripik jangkrik hadir dengan cita rasa yang berbeda.

Chirps cricket chips: pionir di pasar global

Chirps merupakan salah satu pelopor keripik jangkrik di pasar global yang dikembangkan melalui uji coba di Harvard. Perusahaan ini didirikan oleh Rose Wang dan Laura D’Asaro setelah mencoba serangga yang diolah menjadi makanan saat bepergian ke luar negeri. Menurut Wang, produk akhir yang mereka buat harus memberikan rasa unik, sehingga setelah berbagai percobaan dengan tepung jangkrik dan ulat, jangkrik lebih disukai konsumen.

Circle Harvest cricket chips: inovasi dari Australia

Circle Harvest dari Australia menghadirkan Cricket Powder Corn Chips yang diperkaya dengan protein jangkrik “tak terlihat”. Produk ini dibuat dengan bahan-bahan alami tanpa pewarna, perasa, atau pengawet buatan. Setiap kemasan 50g mengandung 5,7g protein, vitamin B12 (14% RDI), zat besi (14% RDI), serta mikronutrien esensial, asam amino, dan omega 3. Circle Harvest menawarkan tiga varian rasa: Saltbush & Rosemary, Smokey BBQ, dan Lightly Salted.

Cricket corn chips dan rasa populer di Indonesia

Di Indonesia, produksi keripik jangkrik masih dalam skala kecil namun terus berkembang. Produsen lokal seperti Karira di Bandung menawarkan keripik jangkrik dengan harga Rp 24 ribu per kardus. Menariknya, jangkrik yang digunakan ditumbuk menjadi tepung sehingga bentuknya menyerupai pangsit goreng berwarna kecokelatan. Sementara itu, produsen lain di Yogyakarta menghadirkan empat varian rasa populer: pedas, gurih, keju, dan lada hitam, dengan varian pedas dan gurih menjadi favorit konsumen.

Perbedaan antara cricket powder dan cricket flour chips

Banyak orang mengira cricket powder (bubuk jangkrik) dan cricket flour (tepung jangkrik) adalah sama, namun keduanya berbeda. Cricket powder dibuat dari jangkrik utuh yang digiling, sehingga profil nutrisinya tinggi protein, vitamin, mineral, dan nutrisi lainnya. Sebaliknya, flour adalah tepung dari biji-bijian dengan komposisi nutrisi berbeda. Cricket powder secara alami bebas gluten dan saat membuat kue, biasanya dapat menggantikan ¼ hingga ⅓ cangkir tepung berbasis biji-bijian untuk setiap 1 cangkir tepung biasa.

Bagaimana Konsumen Menanggapi Produk Ini?

Penerimaan konsumen terhadap keripik jangkrik (cricket chips) di Indonesia menunjukkan pola yang beragam, dengan campuran antusiasme dan keraguan yang mencerminkan tantangan pasar baru.

Ulasan rasa dan tekstur dari pembeli awal

Ulasan awal dari konsumen yang berani mencoba keripik jangkrik umumnya positif, terutama mengenai tekstur dan rasanya. Banyak pembeli menyebutkan bahwa keripik jangkrik memiliki tekstur yang “benar-benar garing dan renyah” sehingga “mampu memanjakan lidah”. Dari segi rasa, keripik ini digambarkan “tidak terlalu asin, mirip seperti keripik ikan goreng pada umumnya” dan “tidak memiliki bau sehingga tidak akan mengganggu saat dikonsumsi”.

Salah satu ulasan konsumen di platform e-commerce menyatakan: “Massa Allah gurih enak bngt sumpah ini mah betul betul jangkrik pilihan, super enak gurih dan ga bau sama sekali”. Konsumen lain menambahkan: “Sumpah enak bgt guriihhh..kalian wjib coba jg deh”.

Varian rasa yang paling disukai konsumen di Indonesia adalah:

  • Pedas
  • Gurih
  • Keju
  • Lada hitam

Ketersediaan di minimarket dan e-commerce

Meskipun mulai tersedia di minimarket nasional, distribusi keripik jangkrik masih terbatas. Beberapa produsen menitipkan produknya di “kios oleh-oleh, toko batik dan kedai minuman kawasan Sleman dan Kota Yogya”. Namun demikian, pola penjualan produk berbasis jangkrik masih banyak mengandalkan platform e-commerce seperti Tokopedia, Lazada, dan Shopee.

Tantangan edukasi dan persepsi budaya

Tantangan terbesar dalam pemasaran keripik jangkrik adalah persepsi budaya. Di kota-kota besar Indonesia, “stigma masih mengakar: serangga dianggap menjijikkan, kotor, bahkan berbahaya”. Respons “jijik” terhadap serangga ini sering kali lahir dari kebiasaan dan persepsi budaya, meskipun di beberapa daerah Indonesia seperti wilayah Gunung Kidul, belalang goreng sudah menjadi camilan populer.

Anggota DPR, Arzeti Bilbina, menyatakan bahwa “masyarakat kita tidak bisa dipaksa melompat dari ayam goreng ke jangkrik goreng dalam semalam” dan “harus dipertimbangkan kulturnya”. Tantangan ini membutuhkan pendekatan edukasi yang tepat melalui tiga strategi utama: edukasi tentang manfaat gizi, sosialisasi dengan menggandeng tokoh masyarakat, dan adaptasi produk agar lebih diterima.

Kesimpulan

Menatap Masa Depan Keripik Jangkrik di Indonesia

Kehadiran keripik jangkrik premium di minimarket nasional Indonesia menjadi langkah berani dalam evolusi pangan berkelanjutan negeri kita. Undoubtedly, fenomena ini menandai pergeseran penting dalam industri makanan ringan tanah air. Produk yang tadinya hanya menjadi tren global kini mulai mengakar di pasar lokal dengan berbagai varian rasa yang disesuaikan dengan selera Indonesia.

Melihat manfaat nutrisinya, keripik jangkrik jelas unggul dibandingkan camilan konvensional. Kekayaan protein 2-3 kali lebih tinggi dari daging sapi, kandungan kalsium melebihi susu, serta profil asam amino yang lengkap menjadikannya alternatif pangan bernutrisi tinggi. Additionally, aspek keberlanjutannya tidak bisa diabaikan – hanya membutuhkan satu galon air untuk menghasilkan satu pon jangkrik, jauh lebih efisien dibanding 2.000 galon untuk daging sapi.

Namun demikian, tantangan persepsi budaya masih menjadi hambatan utama. Stigma “menjijikkan” dan “kotor” terhadap serangga masih mengakar kuat di sebagian masyarakat kota. Therefore, pendekatan edukasi menjadi kunci penerimaan produk ini. Produsen lokal seperti Aswindra dari Gunungkidul dan Bambang lulusan ITB telah memulai langkah penting dengan menciptakan berbagai olahan jangkrik yang menarik.

Melihat respons awal konsumen yang berani mencoba, keripik jangkrik tampaknya memiliki potensi pasar yang menjanjikan. After all, ulasan positif tentang tekstur renyah dan rasa gurih tanpa bau menjadi pertanda baik. Varian rasa pedas dan gurih yang menjadi favorit menunjukkan adaptasi produk ini dengan selera lokal sudah berjalan tepat.

Lebih penting lagi, keripik jangkrik tidak hanya menawarkan solusi pangan masa depan yang bergizi, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi para petani dan pengusaha lokal. Sertifikasi BPOM dan fatwa halal dari MUI semakin memperkuat posisinya sebagai alternatif pangan yang aman dan dapat diterima.

Meskipun perjalanan keripik jangkrik di pasar Indonesia masih panjang, langkah awal yang menjanjikan ini patut diapresiasi. Altogether, inovasi pangan berbasis serangga ini menawarkan win-win solution – nutrisi optimal bagi konsumen, peluang ekonomi bagi produsen, dan keberlanjutan bagi lingkungan. Masa depan keripik jangkrik di Indonesia mungkin akan mengejutkan kita semua – bukan lagi sebagai makanan eksotis, melainkan camilan sehari-hari yang diminati karena rasanya yang lezat dan manfaatnya yang luar biasa.

FAQs

Q1. Apa keunggulan nutrisi keripik jangkrik dibandingkan camilan lain? Keripik jangkrik mengandung protein 2-3 kali lebih tinggi dari daging sapi, kalsium lebih banyak dari susu, dan asam amino lengkap. Ini menjadikannya camilan bernutrisi tinggi dan alternatif protein yang baik.

Q2. Di mana saya bisa membeli keripik jangkrik di Indonesia? Keripik jangkrik mulai tersedia di beberapa minimarket nasional, toko oleh-oleh, dan kedai minuman di daerah seperti Yogyakarta. Namun, penjualan masih banyak mengandalkan platform e-commerce seperti Tokopedia, Lazada, dan Shopee.

Q3. Apakah keripik jangkrik aman dan halal untuk dikonsumsi? Ya, produk keripik jangkrik yang beredar di pasaran Indonesia telah terdaftar di BPOM dan mendapatkan fatwa halal dari MUI, sehingga aman dan halal untuk dikonsumsi.

Q4. Bagaimana rasa keripik jangkrik menurut konsumen yang sudah mencoba? Banyak konsumen melaporkan bahwa keripik jangkrik memiliki tekstur renyah dan rasa gurih yang enak. Varian rasa favorit termasuk pedas, gurih, keju, dan lada hitam. Beberapa mengatakan rasanya mirip keripik ikan goreng tanpa bau yang mengganggu.

Q5. Mengapa keripik jangkrik dianggap sebagai makanan masa depan yang berkelanjutan? Budidaya jangkrik jauh lebih ramah lingkungan dibanding peternakan konvensional. Jangkrik membutuhkan lebih sedikit air dan lahan, menghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca, dan dapat dibudidayakan dengan memanfaatkan sisa makanan, sehingga membantu mengurangi limbah.

Mau tahu rahasia Fermentasi dengan S. Cerevisiae: Panduan Pemula, baca disini.

Post Comment