17 Masakan Nusantara Legendaris untuk HUT RI ke-80
Tanggal 17 Agustus tentunya menjadi hari yang sangat spesial bagi kita semua sebagai masyarakat Indonesia. Di hari bersejarah ini, masakan khas nusantara menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan kemerdekaan yang penuh kebanggaan.
Memasuki bulan Agustus, kita bisa merasakan momen saat perlombaan adu cita rasa dan kreasi masakan mulai bermunculan di berbagai tempat. Selain itu, berbagai restoran dan UMKM kuliner biasanya menawarkan promo makanan 17 Agustus yang spesial, dimulai dari awal hingga pertengahan Agustus dengan puncaknya pada tanggal 17 Agustus. Dalam artikel ini, kami akan membahas 17 macam masakan khas nusantara yang identik dengan peringatan Hari Kemerdekaan di berbagai daerah. Dari nasi tumpeng kuning yang disajikan dengan berbagai lauk pauk, hingga nasi jagung yang merupakan kuliner kesukaan Presiden Pertama Indonesia, Soekarno. Semua masakan ini tidak hanya lezat untuk disantap, tetapi juga kaya akan nilai sejarah dan budaya yang membuat perayaan HUT RI ke-80 semakin bermakna.
Nasi Tumpeng Kuning

Nasi tumpeng kuning merupakan simbol penting dalam perayaan nasional, khususnya HUT RI. Bentuk kerucut nasi tumpeng berasal dari tradisi kuno masyarakat Jawa yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayamnya para leluhur. Setelah masuknya pengaruh Hindu, bentuk kerucut ini dianggap menyerupai Gunung Mahameru yang diyakini sebagai tempat tinggal para dewa.
Warna kuning pada nasi tumpeng melambangkan kemakmuran, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Bahkan dalam bahasa simbol, warna kuning diibaratkan sebagai warna emas yang menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Pada perayaan HUT RI, tumpeng menjadi wujud rasa syukur yang mendalam atas kemerdekaan yang telah diraih.
Sajian nasi tumpeng tidak lengkap tanpa lauk-pauk yang mengelilinginya. Secara tradisional, lauk yang disajikan terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan lele, ikan bandeng atau rempeyek teri) dan sayur-mayur seperti kangkung, bayam atau kacang panjang. Jumlah lauk yang ideal adalah tujuh macam, yang dalam bahasa Jawa disebut “pitu” dan bermakna “pitulungan” atau pertolongan.
Beberapa lauk favorit yang sering menyertai nasi tumpeng antara lain ayam goreng, telur balado, perkedel kentang, mie goreng, urap sayur, sambal goreng ati, dan orek tempe. Dalam prosesi tumpeng, pucuk tumpeng biasanya dipotong dan diberikan kepada orang yang paling dihormati sebagai bentuk penghargaan.
Nasi Tutug Oncom

Lahir dari kesengsaraan masa Orde Lama, Nasi Tutug Oncom telah menjadi salah satu masakan khas nusantara yang sering hadir dalam perayaan kemerdekaan. Hidangan asal Tasikmalaya ini terbuat dari nasi yang dicampur dengan oncom yang sudah ditumbuk, menjadikannya pilihan istimewa di meja perayaan HUT RI.
Awalnya, Nasi Tutug Oncom merupakan makanan sehari-hari masyarakat kelas bawah Sunda pada tahun 1940-an. Kata “tutug” dalam bahasa Sunda berarti “ditumbuk”, merujuk pada proses pengolahan oncom yang dihancurkan sebelum dicampur dengan nasi. Di masa sulit ekonomi, masyarakat mencampur oncom dengan nasi agar terlihat lebih banyak dan padat.
Seiring berjalannya waktu, hidangan sederhana ini naik kelas dan disukai oleh berbagai kalangan. Kini, Nasi Tutug Oncom tidak hanya dijual di kios sederhana tetapi juga restoran dengan harga mulai dari Rp10.000 hingga Rp35.000 tergantung lauk yang dipilih.
Nasi Tutug Oncom disajikan hangat dengan aroma khas yang menggugah selera. Hidangan ini biasanya dilengkapi dengan sambal goang (cabai rawit hijau yang dicampur sedikit garam) dan lauk tambahan seperti ayam goreng, ikan asin, telur dadar, serta lalapan mentimun. Bahkan sejak 2019, Nasi Tutug Oncom menjadi salah satu dari 21 jenis makanan lokal yang disajikan oleh Garuda Indonesia untuk rute penerbangan domestik.
Bandros

Di antara berbagai makanan tradisional yang hadir dalam perayaan HUT RI, Bandros menjadi salah satu camilan khas yang tak bisa dilewatkan. Bandros adalah makanan tradisional khas Jawa Barat yang terbuat dari campuran tepung beras, kelapa parut, dan santan. Bentuknya yang unik menyerupai setengah lingkaran mirip dengan kue pukis, dicetak pada cetakan khusus dengan tungku arang.
Kue ini memiliki dua jenis varian yang populer di kalangan masyarakat Sunda – bandros asin dan bandros manis. Perbedaan keduanya terletak pada cara penyajiannya, ada yang menikmati tanpa gula atau dengan tambahan saus cabai, namun ada pula yang lebih suka menaburkan gula pasir di atasnya.
Pedagang bandros kerap hadir saat perayaan 17 Agustus, sehingga camilan ini menjadi makanan wajib saat HUT RI. Dengan ketebalan sekitar 2 cm, bandros sering disantap untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI. Teksturnya yang lembut di bagian dalam dengan pinggiran yang renyah dan gurih menciptakan sensasi makan yang menggugah selera.
Selain itu, kue bandros biasanya disajikan bersamaan dengan teh manis atau kopi, menciptakan kombinasi yang sempurna. Meskipun sederhana, rasa manis-gurih dari kelapa membuat bandros tetap dicintai hingga saat ini, bahkan kini telah berkembang variasi modern dengan beragam topping seperti keju, coklat, dan susu untuk menyesuaikan dengan selera masa kini.
Nasi Tumpeng Merah Putih

Kehadiran Nasi Tumpeng Merah Putih menjadi simbol patriotisme yang kental dalam setiap perayaan kemerdekaan Indonesia. Berbeda dengan tumpeng kuning, tumpeng merah putih secara khusus hadir sebagai perwujudan cinta tanah air dengan warna yang mencerminkan bendera nasional Indonesia.
Warna merah pada tumpeng ini melambangkan keberanian, sementara warna putih melambangkan kesucian. Secara keseluruhan, tumpeng merah putih melambangkan kedamaian, persatuan, toleransi, rasa syukur, dan kebanggaan bangsa.
Dalam penyajiannya, tumpeng merah putih dapat dibuat dalam dua model. Model pertama berupa satu kerucut dengan warna merah di bagian atas dan putih di bagian bawah. Sedangkan model kedua berupa dua kerucut terpisah dengan satu kerucut berwarna merah dan satu lagi berwarna putih.
Bahan utama untuk membuat tumpeng ini adalah beras putih, beras merah, dan beras ketan putih. Untuk mendapatkan warna merah yang lebih mencolok, biasanya ditambahkan juga tomat, paprika, atau setetes pewarna merah.
Tak hanya menarik secara visual, hiasan pada tumpeng merah putih juga sarat makna. Hiasan penuh warna merah seperti teratai tomat, cabai merah, dan bunga wortel melambangkan keberanian. Sementara itu, hiasan dari daun bawang berwarna putih melambangkan jiwa yang berani karena suci dalam kebenaran.
Ayam Tuturaga
Ayam Tuturaga hadir sebagai masakan khas nusantara dari Manado yang sering menjadi hidangan istimewa saat perayaan kemerdekaan. Hidangan ini sering dikira sebagai opor ayam karena penampilannya yang mirip dengan kuah kental berbahan dasar santan dan bumbu kuning. Namun, cita rasa yang dimiliki Ayam Tuturaga jauh lebih kompleks dan kaya.
Awalnya, “tuturuga” berasal dari bahasa Manado yang artinya “penyu”, kata yang juga dikenal di Ambon yang berasal dari bahasa Portugis “tartaruga”. Sebelum penyu dilindungi, masakan ini dibuat dengan daging penyu, tetapi sekarang telah beralih menggunakan daging ayam.
Kekayaan bumbu menjadi ciri khas masakan ini. Kombinasi serai, daun jeruk, daun pandan, daun kemangi, serta bumbu dasar bawang merah, bawang putih dan cabai menciptakan harmoni rasa yang menggoda. Tak heran jika hidangan ini menjadi salah satu makanan khas 17 Agustus yang selalu dinantikan.
Proses memasaknya juga unik, yakni dengan mencampurkan daging ayam dengan bumbu pedas hingga meresap sempurna. Meskipun pedas, bumbu-bumbu alami seperti jahe dan lengkuas memberikan kehangatan dan kedalaman rasa yang tak terlupakan.
Kini, Ayam Tuturaga semakin populer dan mulai menyaingi masakan Manado lainnya seperti ayam woku dan ayam rica-rica. Hidangan ini paling nikmat disantap dengan nasi hangat dan lalapan segar.
Klepon Merah Putih

Saat perayaan HUT RI, klepon merah putih muncul sebagai variasi kreatif dari kue tradisional yang sudah dikenal luas. Berbeda dengan klepon hijau yang biasa kita jumpai di pasar tradisional, klepon merah putih hadir dengan warna bendera Indonesia yang melambangkan semangat kemerdekaan.
Klepon merupakan makanan khas Madura yang termasuk dalam kelompok jajanan pasar. Terbuat dari tepung ketan yang dibentuk seperti bola-bola kecil berisi gula merah yang lumer saat digigit. Untuk versi merah putih, adonan dibagi menjadi dua bagian – satu diberi pewarna merah dan satunya dibiarkan putih, kemudian keduanya dibalut dengan parutan kelapa.
Sensasi saat memakannya sungguh unik – gula merah yang ada di dalam klepon langsung luber di mulut, menciptakan pengalaman makan yang meriah layaknya perayaan HUT RI. Teksturnya yang kenyal dengan rasa manis dan gurih dari kelapa parut membuatnya semakin digemari sebagai camilan di sore hari sambil menonton tayangan upacara bendera.
Meskipun sederhana, klepon memiliki makna filosofis. Bahan-bahan sederhana melambangkan kesederhanaan, sementara warna merah melambangkan keberanian yang sesuai dengan semangat perjuangan bangsa Indonesia. Setiap sajian 4 buah klepon (50 gram) mengandung 50 kalori, sehingga tetap bisa dinikmati tanpa khawatir berlebihan.
Telok Abang
Tak hanya hidangan berat, masakan khas nusantara untuk perayaan kemerdekaan juga hadir dalam bentuk unik seperti Telok Abang dari Palembang. Berasal dari bahasa Palembang, “telok” berarti telur dan “abang” berarti merah, hidangan ini berupa telur rebus yang cangkangnya diberi warna merah kemudian ditancapkan pada mainan anak-anak seperti kapal, pesawat, mobil, atau becak yang terbuat dari kayu gabus.
Menariknya, tradisi ini berawal dari masa penjajahan Belanda untuk memperingati ulang tahun Ratu Wilhelmina II. Setelah Indonesia merdeka, tradisi ini terus berlanjut sebagai bagian dari perayaan HUT RI. Awalnya telur yang digunakan adalah telur itik dengan pewarna kesumbo (tinta untuk mengecap karung beras dan gula), namun kini menggunakan telur ayam dengan pewarna makanan yang lebih aman.
Telok Abang memiliki makna filosofis mendalam. Warna merah melambangkan keberanian melawan penjajah, sedangkan telur melambangkan kehidupan. Kapal yang menjadi penopangnya mengingatkan bahwa Palembang dulunya adalah kerajaan maritim yang besar.
Tradisi ini hanya muncul setahun sekali bersamaan dengan perayaan kemerdekaan RI. Para pedagang mulai menjajakan Telok Abang beberapa pekan menjelang 17 Agustus di Jalan Merdeka dengan harga bervariasi antara Rp25.000 hingga Rp60.000 tergantung jenis dan ukuran mainan. Meski zaman semakin modern, eksistensi Telok Abang tetap terjaga karena mengandung nilai sejarah dan patriotisme yang tinggi.
Telok Pindang

Selain Telok Abang, masyarakat Palembang juga memiliki Telok Pindang sebagai bagian dari masakan khas nusantara yang hadir pada perayaan HUT RI. Telok pindang adalah telur yang direbus dengan cara dipindang, yaitu proses pengolahan yang mengkombinasikan penggaraman dan perebusan.
Dalam pembuatannya, telur ayam direbus bersama bumbu-bumbu tradisional seperti daun jambu biji, daun salam, kulit bawang, dan garam. Menariknya, ada teknik khusus agar bumbu meresap ke dalam telur – ketika telur sudah sekitar 75% matang, cangkangnya sengaja ditekan-tekan hingga retak. Melalui celah retakan inilah bumbu akan masuk dan memberikan warna kecoklatan dengan motif unik pada telur.
Sama seperti Telok Abang dan Telok Ukan, Telok Pindang hanya dapat ditemui selama bulan Agustus, terutama menjelang perayaan kemerdekaan. Para pedagang biasanya menjajakan hidangan ini di depan kantor Walikota Palembang mulai dari pagi hingga sore hari dengan harga sekitar Rp5.000 per butir.
Bagi masyarakat Palembang, belum lengkap rasanya merayakan hari kemerdekaan tanpa adanya tiga hidangan telur khas ini. Demikian pula, berjualan dan menikmati Telok Pindang menjadi bentuk partisipasi dalam merayakan kemerdekaan Indonesia. Biasanya, Telok Pindang disantap bersama dengan ketan putih atau lemang, atau bahkan sebagai pelengkap nasi tumpeng yang disajikan saat Hari Kemerdekaan.
Telok Ukan

Telok Ukan menyuguhkan keunikan tersendiri di antara berbagai masakan khas nusantara dengan proses pembuatan yang rumit. Telur bebek yang dilubangi bagian atasnya menjadi wadah istimewa bagi campuran yang gurih. Untuk membuatnya, isi telur dikeluarkan terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan santan kental, jus pandan, garam, dan sedikit air kapur sirih. Campuran ini dikocok hingga rata sebelum dimasukkan kembali ke dalam cangkang yang telah dibersihkan.
Menariknya, lubang di cangkang telur ditutup dengan potongan kayu gabus, menjadikannya memiliki penampilan yang khas. Telok ukan selanjutnya dikukus dengan api kecil selama 15-30 menit agar matang sempurna. Proses ini memerlukan kesabaran dan kehati-hatian karena cangkang tidak boleh pecah.
Sebagai makanan khas 17 Agustus, telok ukan hanya muncul saat bulan kemerdekaan. Para pedagang mulai berjualan sejak awal hingga pertengahan Agustus di sepanjang Jalan Merdeka, Palembang dengan harga Rp 5.000-7.000 per butir.
Namun, asal-usul nama “telok ukan” sendiri cukup unik. Ada yang menyebutkan berasal dari kata “telur bukan” karena bentuknya seperti telur biasa tetapi isinya berbeda. Cita rasanya gurih dan aromanya khas pandan, mirip dengan kue srikaya tetapi lebih gurih. Telok ukan bisa dinikmati langsung atau sebagai pendamping nasi.
Kerabu Betik

Mirip dengan urap, Kerabu Betik hadir sebagai salad segar dalam deretan masakan khas nusantara yang memikat lidah saat perayaan kemerdekaan. Hidangan ini terbuat dari pepaya muda yang diiris halus, dicampur dengan sayuran dan rempah-rempah yang memberikan sensasi renyah dengan bumbu gurih pedas.
Pada dasarnya, Kerabu Betik atau Som Tam ini berasal dari Laos, namun kemudian dipopulerkan oleh masakan Thailand dan tersebar luas di Asia Tenggara. Di Laos dikenal sebagai tam som, di Thailand sebagai som tam, di Kamboja disebut bok l’hong, dan di Vietnam dikenal sebagai gỏi đu đủ.
Cara pembuatannya cukup unik – bahan-bahan ditumbuk bersama dalam lesung batu. Campuran pepaya muda dengan udang kering, kacang tanah, cabai, bawang merah, daun kemangi, bunga kantan, perasan limau, dan sos ikan menciptakan harmoni rasa yang kompleks. Masyarakat Thailand biasanya menjadikan Kerabu Betik sebagai pencuci mulut, meskipun di Indonesia sering disajikan sebagai pendamping nasi putih.
Selain menggunakan pepaya muda, varian lain bisa dibuat dengan menggunakan pucuk pakis, jantung pisang atau sayuran lainnya. Hidangan ini paling nikmat disantap dalam keadaan dingin setelah disimpan di lemari pendingin, memberikan kesegaran di tengah kemeriahan perayaan HUT RI.
Rujak Natsepa

Dari timur Indonesia, Rujak Natsepa menghadirkan kesegaran yang sempurna untuk merayakan kemerdekaan di bulan Agustus yang panas. Kuliner khas Ambon ini dinamai menurut Pantai Natsepa tempat para pedagang menjajakan hidangan istimewa ini.
Keunikan utama rujak ini terletak pada bumbu kacangnya yang berbeda. Perpaduan kacang tanah yang diulek kasar, gula aren Saparua, parutan pala, cengkeh, dan buah tomi-tomi menciptakan cita rasa kompleks yang tidak ditemukan pada rujak lainnya. Buah tomi-tomi yang tumbuh di punggung Gunung Sirimau memberikan sentuhan asam yang menyegarkan, membuatnya berbeda dari rujak di daerah lain.
Porsi rujak ini cukup mengenyangkan dengan aneka buah seperti nanas, belimbing, kedondong, mentimun, pepaya, dan mangga golek khas Pulau Seram. Bahkan ubi jalar juga ditambahkan sebagai bahan pelengkap yang unik.
Warga Ambon memiliki tradisi menarik – hanya perempuan yang boleh menjual rujak Natsepa secara turun-temurun. Dengan harga terjangkau sekitar Rp20.000 per porsi, pengunjung dapat menikmati kesegaran buah-buahan tropis yang dipadukan dengan bumbu khas rempah Maluku.
Menikmati rujak ini sambil memandang keindahan Pantai Natsepa menciptakan pengalaman yang tak terlupakan, menjadikannya bagian penting dari masakan khas nusantara dalam perayaan HUT RI.
Nasi Jagung

Nasi Jagung menjadi simbol perjuangan dan ketahanan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Berbeda dengan hidangan lainnya, makanan ini tercipta selama masa perang kemerdekaan sebagai alternatif saat beras sulit didapatkan dan harganya mahal. Bahkan, makanan sederhana ini menjadi santapan favorit Presiden Soekarno setiap pagi hari.
Bung Karno sangat menggemari nasi jagung dengan porsi kecil semangkuk, biasanya disantap bersama lauk sederhana seperti daun singkong, ikan asin, dan sambal. Beliau sering berkata, “Jagung ini melambangkan dunia tani. Dibandingkan beras, jagung ini lebih menunjukkan kekuatan”.
Di Jawa Timur, masakan khas nusantara ini dikenal juga sebagai nasi empog atau nasi ampok. Meskipun awalnya muncul karena keterpaksaan, nasi jagung ternyata memiliki kandungan gizi tinggi yang membuat para pejuang Indonesia tetap kuat dan sehat.
Proses pembuatannya cukup rumit, membutuhkan waktu tiga hari untuk menjemur, memipil, menumbuk, dan mengayak jagung. Setelah itu masih perlu direndam dua malam sebelum akhirnya ditanak seperti nasi biasa.
Sebagai makanan khas 17 Agustus, nasi jagung biasa disajikan dengan aneka lauk tradisional seperti urap, ikan asin, tempe goreng, sambal, dan sayuran rebus. Rasanya yang khas dengan tekstur lebih kasar dibandingkan nasi beras memberikan sensasi berbeda yang disukai banyak orang.
Celorot

Terkenal dengan bentuknya yang unik menyerupai kerucut atau terompet kecil, Celorot memperkaya deretan masakan khas nusantara yang disajikan saat perayaan kemerdekaan. Kue tradisional dari Purworejo, Jawa Tengah ini terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan gula merah dan santan, kemudian dibungkus dengan daun kelapa muda atau janur yang dibentuk khusus.
Pembungkus celorot disebut klongkongan, dibuat dengan memutar daun kelapa muda hingga membentuk kerucut. Bagian bawah dibuat rapat agar adonan tidak bocor, sementara bagian atas disemat dengan lidi agar tidak lepas. Proses pembuatan bungkus ini membutuhkan keterampilan khusus, terutama bagi yang belum terbiasa.
Menariknya, celorot memiliki tekstur kenyal dan lembut dengan rasa manis legit. Bahkan, keunikannya terletak pada penggunaan gula merah sebagai pemanis alami, bukan gula pasir seperti kue modern. Penggunaan daun pandan memberikan aroma wangi yang khas.
Selain di Jawa Tengah, kue ini dikenal dengan nama cerorot di Bali dan Lombok, serta jelurut di Brunei dan Sabah. Dalam Serat Centhini, kitab ensiklopedia kebudayaan Jawa dari awal abad XIX, celorot disebutkan sebagai bagian dari penganan untuk sajen dalam pertunjukan wayang kulit dan ruwatan.
Sayangnya, eksistensi jajanan legendaris ini semakin sulit ditemukan. Meskipun masih ada di pasar tradisional, jumlahnya tidak sebanyak dulu karena tergeser oleh makanan modern.
Ketan Sumpit

Ketan Sumpit dari Palembang menghadirkan kelezatan tersendiri sebagai bagian penting dari masakan khas nusantara yang identik dengan perayaan kemerdekaan. Kuliner ini sebenarnya sejenis lemper yang disajikan dengan cara dijepit menggunakan sumpit, menjadikannya unik di antara hidangan tradisional lainnya .
Biasanya, ketan sumpit menjadi pendamping hidangan telok, seperti Telok Pindang, Telok Abang, dan Telok Ukan . Di Palembang, makanan ini juga dikenal sebagai “ketan jepit” dengan cita rasa manis gurih yang menggugah selera .
Proses pembuatannya cukup menarik – ketan dicampur dengan santan lalu dikukus hingga matang. Setelah itu, ketan diberi isian berupa abon ayam atau sapi, dibungkus daun pisang berbentuk segitiga, kemudian dibakar sejenak . Dua buah ketan yang sudah dibakar akan dijepit dengan bambu, dijual dengan harga sekitar Rp 5.000 .
Sama seperti hidangan telok, ketan sumpit hanya muncul pada waktu tertentu. Para pedagang mulai berjualan dari 25 Juli hingga 20 Agustus, dengan jam operasional biasa pukul 16.00-21.00 WIB . Namun, pada akhir pekan dan tanggal 17 Agustus, mereka buka sejak pagi karena banyaknya pembeli .
Tradisi menikmati ketan sumpit saat perayaan HUT RI sudah berlangsung lama dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Palembang .
Ayam Goreng Paniki

Dari Sulawesi Utara, Ayam Goreng Paniki memberikan sentuhan eksotis dalam daftar masakan khas nusantara untuk merayakan kemerdekaan. Menariknya, nama “paniki” dalam bahasa Manado berarti kelelawar, karena pada resep aslinya memang menggunakan daging kelelawar sebagai bahan utama. Namun, karena banyak yang merasa ini terlalu ekstrem, kini paniki dimodifikasi dengan menggunakan ayam.
Proses memasak Ayam Goreng Paniki cukup unik, yakni dengan merebus ayam bersama beragam rempah hingga kuahnya menyusut. Teknik ini membuat aroma dan rasa rempah meresap hingga ke dalam daging. Bumbu utamanya terdiri dari serai, daun jeruk, bawang putih, bawang merah, dan tidak ketinggalan santan kental yang memberikan kelezatan tersendiri.
Hidangan ini dapat dimasak hanya dalam waktu 30 menit dengan hasil sebanyak 6 porsi. Bahkan Chef Juna pernah mengatakan, “Paniki biasanya terkenal dengan protein kelelawar dan saya sangat suka sekali. Tetapi saya tahu, tidak semua orang bisa menikmati kelelawar karenanya saya mengganti protein tersebut dengan ayam”.
Selain lezat, Ayam Goreng Paniki juga kaya nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin yang berfungsi untuk kelancaran metabolisme serta menjaga daya tahan tubuh. Tak heran jika hidangan ini selalu ditunggu-tunggu saat perayaan HUT RI.
Carabikang

Carabikang berwarna-warni menjadi salah satu penganan legendaris dalam perayaan kemerdekaan Indonesia. Penganan tradisional khas Jawa ini memiliki bentuk unik seperti bunga mekar yang cantik, menjadikannya istimewa dalam rangkaian masakan khas nusantara saat HUT RI.
Asal usul carabikang sendiri dapat ditelusuri hingga abad ke-18. Berasal dari Semarang, Jawa Tengah, kue ini kemudian populer di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan dalam KBBI, carabikang didefinisikan sebagai penganan yang dibuat dari adonan tepung beras, telur, santan hangat, dan gula pasir.
Proses pembuatannya cukup menarik – adonan dibakar dalam cetakan berlekuk-lekuk, kemudian dicungkil dengan pisau hingga mekar seperti bunga. Ibu Eni dari Dusun Secang, Desa Giritengah masih menekuninya hingga kini, menjual ratusan carabikang ke pasar tradisional dengan harga Rp2.000 per bungkus.
Meskipun pada umumnya berwarna merah muda, kini banyak variasi warna seperti putih, hijau, dan cokelat. Untuk makanan khas 17 Agustus, beberapa masyarakat membuat carabikang dengan warna merah putih yang mencerminkan bendera nasional.
Dengan tekstur lembut dan berserat serta dominan rasa manis, carabikang menjadi salah satu kue tradisional yang identik dengan perayaan Hari Kemerdekaan RI.
Nasi Kendil

Dalam deretan masakan khas nusantara, Nasi Kendil tampil dengan keunikan tersendiri berkat cara penyajiannya yang menggunakan kendil atau periuk tanah liat tradisional. Hidangan ini memiliki asal-usul yang erat kaitannya dengan budaya dan tradisi Jawa, terutama di daerah Yogyakarta dan sekitarnya.
Proses pembuatannya cukup menarik – kendil gerabah dilapisi daun pisang pada bagian dalam, kemudian diisi dengan nasi matang yang dilapis dengan bawang merah iris, teri, dan kemangi. Santan kara yang dicampur dengan air hangat, kaldu, dan garam dituangkan sedikit demi sedikit di antara lapisan nasi. Setelah kendil terisi penuh, ditutup dengan daun pisang dan dibakar di atas kompor dengan api kecil selama 30 menit.
Penggunaan kendil dan daun pisang bukan sekadar tradisi, tetapi memberikan cita rasa khas dan aroma yang kaya pada nasi. Cara memasak tradisional ini membantu menjaga kelezatan alami dan menghasilkan hidangan yang berbeda dari metode memasak modern.
Biasanya, Nasi Kendil disajikan dengan pelengkap seperti ayam goreng, telur asin, dan sambal terasi jeruk. Namun, beberapa variasi juga menambahkan oseng cumi hitam, oseng ayam suwir, cakalang balado, dan oseng ikan peda. Di beberapa tempat, hidangan ini disebut “nasi liwet kendil” yang dimasak tanpa santan namun tetap menghasilkan rasa gurih dengan aroma rempah yang menggoda.
Menikmati Nasi Kendil telah menjadi bagian dari perayaan 17 Agustus di beberapa daerah, menjadikannya makanan khas 17 Agustus yang sarat nilai budaya dan tradisional.
Kesimpulan
Merayakan HUT RI ke-80 dengan menikmati masakan khas nusantara tentunya memberikan makna yang jauh lebih dalam dibandingkan sekadar memenuhi kebutuhan perut. Setiap hidangan yang telah dibahas memiliki cerita dan nilai sejarah tersendiri yang memperkaya pengalaman perayaan kemerdekaan kita. Bahkan melalui cita rasa lokal, kita dapat merasakan keberagaman budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Ternyata makanan tradisional seperti nasi tumpeng kuning, telok abang, dan rujak Natsepa bukan hanya lezat, namun juga menjadi saksi bisu perjalanan bangsa ini. Meskipun beberapa hidangan seperti nasi jagung lahir dari keterbatasan masa perjuangan, hidangan tersebut justru menjadi simbol ketahanan dan kreativitas bangsa Indonesia. Kue-kue tradisional seperti bandros, klepon merah putih, dan carabikang menambah semarak perayaan dengan warna-warni yang menggugah selera.
Selain itu, keberadaan hidangan-hidangan khas daerah seperti Ayam Tuturaga dari Manado dan Telok Pindang dari Palembang menunjukkan kekayaan kuliner nusantara yang patut kita banggakan. Demikian pula dengan teknik memasak tradisional seperti yang diterapkan pada nasi kendil, memberikan cita rasa unik yang tidak dapat digantikan oleh metode modern.
Oleh karena itu, melestarikan masakan tradisional bukan sekadar menjaga warisan kuliner, tetapi juga mempertahankan identitas bangsa. Saat kita menyantap hidangan-hidangan ini pada perayaan HUT RI, sesungguhnya kita tengah menghormati perjuangan para pahlawan dan melanjutkan semangat kemerdekaan melalui lidah dan perut.
Maka dari itu, mari kita rayakan HUT RI ke-80 dengan penuh kebanggaan melalui kekayaan kuliner nusantara. Dengan menikmati hidangan-hidangan tradisional ini, kita tidak hanya mengisi perut namun juga mengisi hati dengan rasa cinta tanah air yang mendalam. Semoga semangat kemerdekaan terus terjaga melalui kelezatan masakan khas nusantara yang tak lekang oleh waktu.
Post Comment